MAKNA
HIJRAH DAN CARA MUHASABAH DIRI
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ
اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بالله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ
لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إلهَ إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
Yang Kami Hormati:
- Bapak Bupati ...................................beserta
jajarannya .....................................
- Bapak Ketua DPRD ............................................................................................
- Bapak dan Ibu Unsur Muspida ...........................................................................
- Kepala Dinas, Instansi
Pemerintahan, Pimpinan TNI dan Polri serta Pimpinan Perusahaan dan ....................................................................................................
- Para Tokoh Masyarakat, Agama, dan Tokoh pemuda di ....................................
- Para Hadirin yang tidak bisa
disebutkan satu persatu yang berbahagia
Puja dan puji syukur
kehadirat Allah Swt, Tuhan sang pencipta Alam Semesta, Tuhan yang Maha Agung,
Maha Arif dan bijak sana yang mengatur segala sesuatu dan tak pernah Lena,
karena hanya dengan berkat dan perkenanNya jualah kita pada hari ini dapat memperingati
Tahun Baru Islam 1438 Hijriah. Karena itu sudah sepantasnya kita senantiasa
memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah Swt. seraya memohon dan berdoa
semoga peristiwa ini mendapatkan berkah dari-Nya. Selanjutnya Sholawat serta
salam kita sanjungkan kepada Nabi Kita Muhammad Saw, semoga kita senantiasa
istiqomah terhadap ajaran-ajaran beliau dan nantinya di yaumul akhir kita
mendapat syafaat dari beliau. Amiin.
Hadirin dan
hadirat yang Insya Allah dirahmati Allah !
Pertama dan
yang paling utama marilah kita panjatkan puja dan puji syukur ke hadirat Allah Swt, atas curahan rahmat yang
diberikannya kepada kita, semenjak berada di rahim ibu, lalu ibu melahirkan kita ke alam dunia yang fana ini dengan susah
payah, menyusui dengan susah payah pula, membesarkan dan mendidik dengan penuh
kasih sayang sampai akhirnya kita dalam keadaan kita masing-masing sekarang.
Semoga kita digolongkan kepada golongan orang-orang yang selalu bersyukur
nikmatNya, dapat menghormati dan berbuat baik kepada para pahlawan yang berjasa
dan selalu berada pada jalan yang diridlai-Nya.
Shalawat dan salam kita sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang telah
membebaskan kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh dengan ilmu
pengetahuan, dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang, dari
zaman Siti Khodijah menuju Zaman Siti Nur Kholijah, dari zaman Ibu Fatimah
menuju zaman Ibu Kita Kartini, berkat jasa beliau Islam tersebar di penjuru
dunia. Berkat Jasa beliau pula kita bisa membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk.
Hadirin dan
hadirat yang Insya Allah dirahmati Allah !
Pada
hakekatnya hijrah dalam Islam merupakan suatu hijrah yang berupa perpindahan
atau suatu perubahan dari suatu asal menuju suatu tujuan yang di nilai lebih
baik dari asalnya. Hijrah ini sesuai jika dilihat secara bahasa yang artinya meninggalkan.
Makna ini mengandung arti bahwa seseorang dikatakan hijrah jika ada sesuatu
yang ditinggalkan dan ada sesuatu yang dituju (Sasaran=tujuan). Kedua hal ini
harus dipenuhi oleh seseorang yang berhijrah.
Dalam
Siroh Nabi Muhammad SAW kita ketahui bahwa Rasulullah SAW dan Para Sahabat berhijrah
dari Mekkah ke Madinah, yakni saat itu hijrah untuk meninggalkan tempat yang
tidak kondisuf untuk berdakwah atau mengadakan Syiar Islam. Kemudian peristiwa
hijrah itulah yang dijadikan dasar umat Islam sebagai permulaan tahun Hijriyah.
Penetapan Tahun
Hijriyah ditetapkan pertama kali oleh Khalifah
Umar bin Khatab RA, sebagai jawaban atau surat Wali Abu Musa Al-As’ari.
Khalifah Umar menetapkan Tahun Hijriyah Kalender Tahun Gajah, Kalender Persia
untuk menggantikan penanggalan yang digunakan bangsa Arab sebelumnya, seperti
yang berasal dari tahun Gajah, Kalender Persia, Kalender Romawi dan
kalender-kalendar lain yang berasal dari tahun peristiwa-peristiwa besar
Jahiliyah. Khalifah Umar memilih peristiwa Hijrah sebagai taqwim
Islam, karena Hijrah Rasulullah Saw dan para sahabat dari Mekkah ke Madinah
merupakan peristiwa paling monumental atau bersejarah dalam perkembangan
dakwah.
Jika
dilihat dari substansi tujuan dari Hijrah itu sendiri maka secara garis besar
hijrah dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:
1.
Hijrah Makaniyah : Yaitu meninggalkan suatu tempat. Hijrah
makaniyah yang pernah dilakukan oleh Rasul Allah dan Sahabat-sahabatnya,
terdapat beberapa jenis Hijrah yaitu:
·
Hijrah Rasulullah Saw dari Mekah ke Habasyiyah.
·
Hijrah Rasulullah Saw dari Mekah ke Madinah.
·
Hijrah dari suatu negeri yang didalamnya didominasi oleh
hal-hal
yang diharamkan.
yang diharamkan.
·
Hijrah dari suatu negeri yang membahayakan kesehatan untuk
menghindari penyakit menuju negeri yang aman.
·
Hijrah dari suatu tempat karena gangguan terhadap harta
benda.
·
Hijrah dari suatu tempat karena menghindari tekanan fisik
·
Seperti hijrahnya Ibrahim as dan Musa as, ketika Beliau
khawatir akan gangguan kaumnya.
Sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an: “Berkatalah
Ibrahim: “Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan). Tuhanku,
Sesungguhnya Dialah yang Maha perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. Al-Ankabuit,
29:26).
Maka keluarkanlah Musa dari kota itu dengan rasa
takut menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berdo’a “Ya Tuhanku, selamatkanlah
aku dari orang-orang yang zalim itu (Qs. Al-Qashah, 2:21).
Saudara-saudara
yang Insya Allah dirahmati Allah!
Selanjutnya makna hijrah kedua adalah:
2.
Hijrah Maknawiyah
Secara maknawiyah
hijrah dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:
a.
Hijrah I’tiqadiyah
Yaitu hijrah
keyakinan. Iman bersifat pluktuatif (Zid Wayankusu)yakni terkadang
bertambah atau naik dan terkadang turun. Jika saat naik menuju puncak keyakinan
mu’min sejati, tetapi kadang pula melemah atau turun mendekati kekufuran, dan
saat melemah iman juga bersifat sinkretis, bercampur dengan keyakinan lain
mendekati memusyrikan, dalam konteks psikologi biasa disebut dengan konversi
keyakinan agama. Saat itulah hijrah diwajibkan bagi kita, agar kita tidak
terperosok dalam kenegatifan.
b.
Hijrah Fikriyah
Fikriyah secara
bahasa berasal dari kata fiqrun yang artinya pemikiran. Seiring perkembangan
zaman, kemajuan teknologi dan derasnya arus informasi, seolah dunia tanpa
batas. Berbagai informasi dan pemikiran dari belahan bumi bisa secara oline
kita akses.
Pada zaman sekarang
ini, sebenarnya telah terjadi perang pemikiran. Peperangan yang ada tapi tak
disadari keberadaannya oleh kebanyakan manusia gendang perang telah dipukul
dalam medan yang namanya “Ghoswul Fikr”. Karena itu kita harus
mengevaluasi diri kita apakah kita sudah kalah dan tertangkap oleh musuh atau
belum, untuk itu kita perlu mengevaluasi dengan cara kembali kepada
ajaran-ajaran Islam yang murni.
Rasullah Saw pernah bersabda: “Umatku niscaya akan mengikuti sunan (budaya,
pemikiran, tradisi, gaya hidup) orang-orang sebelum kamu, sejengkal demi
sejengkal, sehasta-demi sehasta, sehingga mereka masuk ke lubang biawak pasti
umatku mengikuti mereka. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah apakah mereka itu
orang-orang Yahudi dan Nasrani ? Rasulullah menjawab: Siapa lagi kalau bukan
mereka.
c.
Hijrah Syu’uriyyah
Syu’uriyah atau
cita rasa, kesenangan, kesukaan dan sejenisnya, semau yang ada pada diri kita
seiring terpengaruhi oleh nilai-nilai yang kurang Islami Banyak hal seperti
hiburan, musik, bacaan, gambar/hiasan, pakaian, rumah, idola semua hal yang
jauh dari nilai-nilai Islami. Misalnya mode pakain, makanan dan minuman ala
gaya kaum jahiliyah. Jika kita sudah mengikuti gaya-gaya kaum jahiliyah
hendaknya kita segera berhijrah dan
menjauhi kebiasaan-kebiasaan ala kaum tersebut.
d.
Hijrah Sulukiyyah
Suluk berarti
kepribadian atau kebiasaan atau prilaku yang juga disebut akhlaq. Dalam
perjalanannya ahklaq dan kepribadian manusia tidak terlepas dari degradasi dan
pergeseran nilai. Pergeseran kepribadian dari akhlaqul karimah menuju
kepribadian tercela akhlaqul sayyi’ah (akhlaqul Majmumah). Karena itu tidak
heran dan aneh jika di masyarakat bermuculan berbagai tindak moral dan asusila.
Pemerkosaan, perampokan, penodongan, pencurian, pembunuhan, pelecehan, penghinaan,
penganiyaan dan lain sebagainya seolah-olah sudah menjadi kebiasaan di masyarakat
kita. Korupsi, prostitusi dan manipulasi hampir bisa ditemui di berbagai kota
dan daerah.
Sebagai moment memperingati hijrah ini,
sangat tepat jika kita mengoreksi akhlaq dan kepribadian dari diri kita masing-masing
untuk menghijrahkan diri kita kepada akhlaq yang mulia.
Mengoreksi atau mengintropeksi diri
merupakan suatu yang harus dilakukan bagi orang yang mengaku dirinya beriman
Kepada Allah Swt dan Hari Kiamat, sehingga akan mendapatkan suatu ganjaran dari
Allah di hari akhir nanti. Sebagaimana Hadits Rasul yang berbunyi:
إِنَّمَا يَخِفُّ الحِسَابُ يَوْمَ القِيَامَةِ
عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا
“Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan
menjadi ringan hanya bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di
dunia”(HR. Tirmidzi).
Saudara-saudara
yang Insya Allah dirahmati Allah!
Lalu Bagaimana cara kita Menghijrahkan diri dengan
cara mengevaluasi diri atau mengintrospeksi diri?,
Beberapa cara mengevaluasi Diri, diantaranya:
1. Membuka Diri dari saran pihak lain
Sebagai manusia biasa tentu diri kita tidak terlepas
dari khilaf dan lupa, karena itu tentu kita membutuhkan orang lain yang bisa
mengingatkan diri kita dikala lupa atau hilaf. Sebagaimana di sinyalir dalam al
Qur’an yang berbunyi:
Artinya: “Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati
supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”
Dari ayat di atas jelas bahwa
manusia karena tidak luput dari kesalahan dan lupa maka hendaknya kita bersifat
terbuka, atas nasehat, saran dan bermusyawarah guna mengevaluasi diri dengan minta
pendapat dari rekan dengan niat untuk mencari kebenaran.
Suatu riwayat dari Imam Bukhari yang menceritakan usul
atau pendapat Umar Bin Khattab kepada temannya Abu Bakar Ash-Siddiq ra. Yang saat
itu menjabat sebagai khalifah, adapun usul Umar adalah untuk mengumpulkan
al-Quran. Tatkala itu Abu Bakr menolak usul tersebut, namun Umar terus berupaya
mengusulkan dan mengatakan bahwa hal itu merupakan kebaikan. Pada akhirnya Abu
Bakar pun menerima dan mengatakan,
فَلَمْ يَزَلْ عُمَرُ
يُرَاجِعُنِي فِيهِ حَتَّى شَرَحَ اللَّهُ لِذَلِكَ صَدْرِي، وَرَأَيْتُ الَّذِي
رَأَى عُمَرُ
“Umar senantiasa membujukku untuk mengevaluasi pendapatku dalam
permasalahan itu hingga Allah melapangkan hatiku dan akupun berpendapat
sebagaimana pendapat Umar” (HR. Bukhari).
Ini menunjukkan bahwa
sifat dan sikap Abu Bakar terbuka atas usul bawahannya, selama usul itu untuk
kebaikkan dan tentunya dibantu dengan argumen yang benar dan rasional, sehingga
menemukan suatu kebaikkan atau jalan keluar.
1. Bersahabat dengan rekan yang shalih (Ikatan Ukhuwah Islamiyah)
Bersahabat dengan rekan
yang shalih tentunya akan mengingatkan kita dikala kita lupa, membantu kita
dikala kesulitan. Yang mengikat persahabatan mereka adalah ikatan Tauhid
(Ketuhahan) sehingga tidak mudah goyah, tidak mudah putus tujuannya adalah
Allah Swt. Dalam hal ini Rasulullah SAW pernah bersabda, yang berbunyi:
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ
مِثْلُكُمْ، أَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ، فَإِذَا نَسِيتُ فَذَكِّرُونِي
“Sesungguhnya aku hanyalah manusia seperti kalian. Aku lupa sebagaimana
kalian lupa. Oleh karenanya, ingatkanlah aku ketika diriku lupa” (HR.
Bukhari).
Ketika budaya saling sehat menasehati antar saudara dalam
perilaku kaum mukminin, maka seakan-akan mereka itu adalah cermin bagi diri
kita yang akan mendorong kita berlaku konsisten. Ikatan Ukhuwah Islamiyah yang
terjalin akan mengarahkan kita ke jalan dan pendapat yang tepat, karena itu
kita harus berteman dengan seorang yang shalih. Anda dan kita semua jangan
mengalihkan pandangan kepada maddahin (kalangan penjilat) yang
justru akan mengarahkan dan menggiring kita kejalan yang salah.
إِذَا أَرَادَ اللَّهُ
بِالْأَمِيرِ خَيْرًا جَعَلَ لَهُ وَزِيرَ صِدْقٍ، إِنْ نَسِيَ ذَكَّرَهُ، وَإِنْ
ذَكَرَ أَعَانَهُ
“Jika Allah
menghendaki kebaikan bagi diri seorang pemimpin/pejabat, maka Allah akan
memberinya seorang pendamping/pembantu yang jujur yang akan mengingatkan jika
dirinya lalai dan akan membantu jika dirinya ingat”(Shahih. HR. Abu Dawud).
Betapa banyak
kezhaliman dapat dihilangkan dan betapa banyak tindakan yang keliru dapat
dikoreksi ketika rekan yang shalih menjalankan perannya.
2. Muhasabah Diri dengan Cara Menyendiri
Bentuk evaluasi diri
yang juga berguna adalah dengan cara menyendiri untuk melakukan muhasabah (introspeksi
diri) dan mengoreksi berbagai amalan yang telah diperbuat.
Diriwayatkan dari Umar bin al-Khaththab, beliau mengatakan,
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ
قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ
“Koreksilah diri
kalian sebelum kalian dihisab dan berhiaslah (dengan amal shalih) untuk
pagelaran agung (pada hari kiamat kelak)” (HR. Tirmidzi).
Dalam riwat lain dari Maimun bin Mihran, Rasullah bersabda,
لَا يَكُونُ العَبْدُ
تَقِيًّا حَتَّى يُحَاسِبَ نَفْسَهُ كَمَا يُحَاسِبُ شَرِيكَهُ
“Hamba tidak
dikatakan bertakwa hingga dia mengoreksi dirinya sebagaimana dia mengoreksi
rekannya”(HR. Tirmidzi).
Hadits di atas menunjukkan bahwa pentingnya untuk
mengevaluasi diri, dan juga dianjurkan untuk memberikan koreksi yang membangun
kepada saudara kita. Namun alangkah baiknya jika mengevaluasi dimulai dari diri
sendiri, agar saat mengevaluasi saudara atau teman mudah diterima dan
didengarkan, tentunya tidak termasuk kaburomaktan dan juga berdasarkan
pendekatan psikologis. Kalau kata Aa Gym atau Abdullah Gymnastiar “Mulai Dari
Diri Sendiri”, hehehe...........
Demikian
sepatah dua patah kata dari saya, semoga acara memperingati 1 Muharram ini akan
membantu kita berhijrah sesuai dengan hakekat Hijrah sebenarnya.
Selanjutnya kalau
ada kata-kata yang salah saya mohon maaf dan kepada Allah Swt saya mohon ampun,
akhirul kalam, wabillahitaufiq wal hidayah,
وَ السَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Baca Juga:
Ceramah Pada Acara Khusus, Tentang:
- Bulan Ramadhan
- Ramadhan
- Ceramah Tentang Isra Mikraj
- Maulid Nabi Muhammad
- Menuntut Ilmu-Hab Kemenag
- Cinta
Khutbah Tema Khusus, Tentang:
Tidak ada komentar :
Posting Komentar